Selasa, 21 Juli 2009

TELADAN DAN KEMERDEKAAN

Telah 64 tahun Indonesia merdeka. Berbagai gejolak dari yang selalu muncul sejak berdirinya republik ini hingga era yang disebut reformasi yang dimulai tahun 1998 ini , menyisakan berbagai hal, mulai dari penderitaan, korban, kepahitan hidup disamping memunculkan pula pola pikir yang baru , semangat baru dan kepemimpinan yang baru .

Tanpa bermaksud mengkritik pemerintah atau siapapun juga, maka sejujurnya negeri ini perlu teladan dari para pengurus pemerintahan , baik dari badan atau lembaga eksekutif, legislatfi dan juga yudikatif . Sulit dipungkiri bahwa dari semua unsur kepengurusan negara ini, ternyata masing masing lembaga hingga saat ini belum satupun juga yang bebas dari "contoh buruk " . Lembaga yang seharusnya menegakkan hukum, justru terjerat hukum , lembaga yang membuat piranti undang undang dan peraturan ternyata juga tak bebas dari masalah hukum . Belum lagi masalah masalah amoral dan etika, malah ada yang terlibat narkoba, perzinahan dan berbagai pelanggaran moral lainnya .

Sebagai anak bangsa, kita sama sama merindukan teladan dari yang duduk di atas. India mempunyai Mahatma Gandhi sebagai pejuang tanpa kekerasan, Afrika Selatan mempunyai Nelson Mandela, yang meskipun harus menderita lama dibawah rejim asing yang berkuasa saat itu, tetapi sanggup memerdekakan negaranya tanpa dendam kesumat, Madam Theresa, biarawati yang sangat sederhana, yang hadiah noblenya pun tidak digunakan untuk kepentingan pribadinya , malah semua di donorkan kepada kemanusiaan .


Saya tak menampik, bahwa di Indonesiapun banyak tokoh tokoh yang mestinya bisa diteladani , tetapi sejujurnya tak sama dengan tokoh tokoh di atas, karena ketika kita menyebutkan satu nama , maka selain yang pro ternyata yang kontra juga masih sangat banyak . Ketika saya ngobrol dengan tetangga ,teman ataupun saudara, maka dikalangan kecil ini pun sudah terjadi perdebatan sengit, tentang tokoh yang yang ingin kita masukkan sebagai "teladan ". karena selepas saya ajukan sebuah nama, maka serta merta langsung ditampik ( memang ternyata ada benarnya juga pendapat mereka) , begitu juga ketika mereka mengajukan nama lain untuk masuk kategori tokoh teladan, sayapun menyambut dengan kata "tetapi " atau " sayangnya" .

Ketika kemarin , di hari kemerdekaan, sejujurnya nasionalitas kita sesungguhnya sedang di uji, apakah makin tebal atau makin tipis. Beberapa penjual makanan kecil, ketika ditanya kesannya tentang hari kemerdekaan, banyak yang merasa maknanya makin berkurang. Meskipun mereka sadar, bahwa tak seharusnya nasionalitas mereka, makin menipis, tetapi mereka merasa belum benar benar merdeka dalam arti yang luas , ketika membeli kebutuhan pokok saja sudah sulit , mencari bahan bakar untuk masak tidak kalah sulitnya, menyekolahkan anak semakin mahal, usaha dan pekerjaan serba jauh dari jaminan masa depan , sementara tayangan di televisi ataupun berita berita di surat kabar, secara rutin menyajikan penyimpangan penyimpangan yang dilakukan oleh mereka yang dianggap duduk di atas , yang sebenarnya dalam kondisi hidup yang serba terjamin .

Satu nasihat yang tak pernah saya lupakan dari orang tua saya adalah ketika ia berkata : "Jangan merokok karena papa sendiri tidak merokok".( Note: Padahal dulunya dia perokok berat , tetapi saat berkeluarga dan memiliki anak , ia berhenti merokok ). "Jangan main perempuan karena papa juga tidak main perempuan dan jangan mencuri karena papa tak sekalipun pernah mencuri" . Nasihat dan teladan inilah yang membuat saya mantap untuk tidak melakukan satupun yang dilarang itu. Begitu mudahnya saya menerima semua itu, bukan karena perkataannya, tetapi karena teladan dari sikap hidupnya.

Kita semua tentu sangat merindukan, ketika ada pemimpin kita yang bukan hanya berkata saja, namun saat yang sama memberi teladan kepada rakyatnya. Saya sebenarnya tak yakin, kalau dari 200 jutaan bangsa ini, tak satupun yang bisa mewakili tokoh yang membeikan teladan atau contoh baik . Saya juga yakin , kalau para pengurus negara saat ini seharusnya bisa memberi teladan , dengan satu syarat mulailah berubah. Itulah sebabnya Barack Obama, Kandidat Presiden AS DARI Partai Demoktat , terus melangkah makin maju dan semakin banyak pemilihnya , karena motto kampanyenya yang berkata : "CHANGE, We can believe in". Saatnya Indonesia berubah, saatnya para pemimpin berubah dan menjadi TELADAN.

Merdeka, merdeka, merdeka !!!!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar